EUR/USD 1.064   |   USD/JPY 154.650   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.642   |   Gold 2,373.40/oz   |   Silver 28.39/oz   |   Wall Street 37,877.61   |   Nasdaq 15,899.35   |   IDX 7,164.81   |   Bitcoin 70,060.61   |   Ethereum 3,505.25   |   Litecoin 98.69   |   AUD/JPY jatuh mendekati level 99.00 di tengah kehati-hatian pasar, menunggu reaksi Israel terhadap serangan Iran, 7 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Menurut data MCX, harga emas berpotensi naik hari ini, 7 jam lalu, #Emas Teknikal   |   EUR/USD tidak menunjukkan tanda-tanda pergerkan meski dalam kondisi Oversold, 8 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/USD bertahan di atas level psikologis 1.0600 di tengah sentimen bearish, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT Multi Hanna Kreasindo Tbk (MHKI) resmi melantai di BEI hari ini. Saham MHKI turun 10% ke posisi Rp144 per saham, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Emiten gas industri PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk. (SBMA) mencetak peningkatan laba bersih sebesar 5.53% menjadi Rp4.73 miliar, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) mencatat pendapatan sebesar Rp439.3 miliar dengan laba bersih sebesar Rp58.25 miliar, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 kehilangan 1.21% berakhir pada 5,061, sedangkan Nasdaq kehilangan 1.79% menjadi 15,885. Dow Jones Industrial Average turun 0.66% menjadi 37,735, 13 jam lalu, #Saham AS

Hindari Membeli Emas Saat Resesi, Ini Alasannya

Penulis

Emas selama ini dikenal sebagai Safe Haven, yakni aset investasi dengan tingkat risiko rendah. Namun ternyata, membeli emas saat resesi justru tidak disarankan. Mengapa?

Ketidakpastian situasi ekonomi global meningkatkan ancaman resesi pada beberapa negara, termasuk Indonesia. Perlambatan ekonomi dunia ini disebabkan oleh tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang tak kunjung usai selama dua tahun terakhir. Perang dagang itu makin memanas sejak AS resmi memberlakukan kenaikan tarif sebesar 15 persen terhadap barang asal China sejak 1 September 2019 lalu.

Ancaman resesi semakin membayangi banyak negara mengingat Argentina, Turki, dan sejumlah negara lain telah mengumumkan resesi. Bahkan Singapura mengaku bahwa pertumbuhan ekonominya mulai melambat. Indonesia juga tak terhindarkan dari kecemasan global mengenai resesi.

Emas Saat Resesi

Menariknya, sejak kata resesi heboh digaungkan, harga emas sebagai Safe Haven, yakni aset investasi dengan tingkat risiko rendah, mulai merangkak naik. Tercatat harga saham emiten mineral PT Aneka Tambang (ANTM) naik sebesar 77.76% dari harga 279 per lembar saham pada bulan Mei. Hal itu bertepatan dengan momen Sell On May hingga mencapai 1175 per lembar saham pada September menyambut Oktober. Lalu, ANTM kembali melemah setelah Badan Pusat Statistik mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh positif sebesar 5.5%.

 

Histori Emas Sebagai Safe Haven

Posisi emas sebagai Safe Haven sebenarnya dapat dimengerti karena dalam jangka panjang, emas umumnya menyesuaikan tingkat inflasi. Eratnya hubungan antara emas dengan ekonomi global dapat kita lihat di grafik harian Indeks Saham New York atau NYSE (garis ungu) dan emas (garis biru):

Grafik harian NYSE (garis ungu) dan emas (garis biru)

Dari grafik di atas, kita dapat melihat bahwa pergerakan harga emas berbanding terbalik dengan pertumbuhan NYSE saat situasi ekonomi pada umumnya baik (dicerminkan dengan naiknya harga saham-saham yang tercermin dari nilai positif bursa). Saat NYSE bergerak positif, maka emas akan menunjukkan pelemahan. Begitu pula sebaliknya.

Sama halnya dengan komposit Indonesia yaitu IHSG, berikut adalah perbandingan XAU/USD (garis biru) dan IHSG (garis ungu):

Grafik pergerakan XAU/USD (garis biru) dan IHSG (garis ungu)

 

Namun diakuinya emas sebagai Safe Haven oleh kebanyakan investor agaknya baru benar-benar terjadi sejak 2011. Sebelumnya, anggapan itu belum muncul, tercermin dari naiknya indeks saham teknologi Nasdaq. Berikut adalah grafik mingguan Nasdaq (garis ungu) dan emas (garis biru):

Grafik mingguan bursa saham Nasdaq (NDX) (garis ungu) dan emas (XAU/USD) (garis biru)

Seperti yang kita ketahui, pada 1998, ekonomi secara umum menunjukkan pelemahan. Namun tidak dengan sektor teknologi yang sedang booming dan mampu mengerek performa bursa secara keseluruhan. Dari grafik di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa indeks bursa fluktuatif sejak 1998 hingga 2010, kecuali emas dan sektor teknologi.

Emas pada periode 1998-2010 tidak mengalami gejolak berarti. Termasuk pada tahun 2000 ketika bubble saham teknologi pecah dan bursa saham rontok hingga 80%. Harga emas tetap stabil di angka 270-an per troy ounce.

Mengapa demikian? Ternyata saat bubble teknologi rontok, The Fed di bawah pimpinan Alan Greenspan saat itu menyiasati pasar dengan menggelontorkan likuiditas berupa kemudahan kedit.

Kemudahan kredit termasuk kredit perumahan (mortgage) yang merupakan bagian dari American Dream. Hal ini disambut baik oleh generasi Baby Boomers, yang lalu membentuk bubble utang perumahan, dan diperparah dengan diterbitkannya surat-surat berharga yang menjadikan kredit perumahan sebagai landasan utama. Pada 2006-2007, barulah diketahui bahwa penggelontoran KPR diberikan secara brutal kepada siapa saja yang menginginkannya. Akibatnya pada 2008, bubble properti ini pecah, tagihan kredit rumah banyak tak terbayar, dan berimbas ke berbagai sektor.

Kepercayaan kepada emas sebagai Safe Haven mulai tampak pada 2011 ketika kepercayaan kepada sektor perumahan sudah memudar. Saat itu, AS terlilit utang sebesar USD14.3 triliun yang sebagian diantaranya jatuh tempo pada 2 Agustus 2011 dan 2012. Saat itu, ekonomi seolah membeku dan harga emas naik di pasaran.

Di bawah ini sekali lagi ditampilkan grafik harian indeks Bursa Saham New York (garis ungu) dan emas (garis biru):

Grafik harian indeks NYSE (garis ungu) dan emas (XAU/USD) (garis biru)

Dapat kita lihat bahwa bursa saham fluktuatif sejak 2011 dan direspon oleh harga emas yang memperlihatkan sebaliknya (lihat area lingkaran). Saat bursa saham mulai menguat, harga emas turun, begitu pula sebaliknya.

 

Prospek Beli Emas Saat Resesi

Sejak tahun 2011, fungsi emas sebagai Safe Haven atau penyelamat nilai tunai semakin terlihat nyata. Pertanyaannya, apakah Anda termasuk orang-orang yang ikut membeli emas saat krisis atau resesi?

Saat resesi terjadi, harga emas cenderung naik. Membeli emas ketika harga sedang merangkak naik sama artinya membeli di harga pucuk (resistance). Dapat Anda bayangkan jika Anda membeli emas di harga 1800 per troy ounce saat sedang tinggi-tingginya tanpa leverage alias 1:1, dengan niat mengamankan nilai tunai Anda. Namun ternyata, emas malah merosot karena ekonomi secara umum membaik. Lalu akhirnya Anda terpaksa menjual di harga rendah agar memiliki modal untuk diputarkan di instrumen investasi lain seperti saham dan sukuk ritel.

Adakah yang begitu? Itu adalah saya yang dahulu. Semoga pengalaman ini dapat dijadikan pelajaran untuk para pembaca. Belilah saat harga sedang jatuh, jual saat harga naik, bukan sebaliknya.

 

Selain menghindari masa resesi, ada sejumlah tips beli emas lain yang perlu diperhatikan, terutama jika Anda memfavoritkan emas Antam sebagai pilihan. Simak info lengkapnya di Tips Trik Investasi Emas Antam.

290731
Penulis

Shanti Putri adalah seorang investor agresif mandiri yang merupakan mantan broker di sebuah sekuritas ternama, terutama berkecimpung di dunia saham. Dalam berinvestasi, Shanti melakukan analisa sebelum membeli dan melakukan Averaging selama fundamental masih berada di jalurnya. Sebuah kutipan dari Sun Tzu menjadi panduannya, Know yourself, know what you face then you will win in a thousand battles.