EUR/USD 1.071   |   USD/JPY 156.020   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.652   |   Gold 2,324.02/oz   |   Silver 26.81/oz   |   Wall Street 37,903.29   |   Nasdaq 15,605.48   |   IDX 7,113.24   |   Bitcoin 58,254.01   |   Ethereum 2,969.78   |   Litecoin 80.10   |   PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) optimistis bakal membukukan marketing sales Rp9.5 triliun sepanjang tahun ini, 5 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Starbucks (NASDAQ:SBUX) anjlok 15.9% setelah jaringan kopi ini memangkas proyeksi penjualannya karena membukukan penurunan pertama dalam penjualan dalam hampir tiga tahun terakhir, 5 jam lalu, #Saham AS   |   Saham Amazon.com (NASDAQ: AMZN) naik 2.2% karena hasil kuartalan yang lebih baik dari perkiraan, 5 jam lalu, #Saham AS   |   Pendapatan trivago di Q1 2024 menunjukkan penurunan sebesar 9% YoY, 5 jam lalu, #Saham AS

Berharap AS Kurangi Produksi, Harga Minyak Mendaki

Penulis

Posisi harga minyak mentah masih kelewat murah, tetapi membukukan kenaikan lebih dari lima dolar dalam dua hari terakhir.

Seputarforex.com - Harga minyak mentah Brent dan WTI beranjak naik bertahap, setelah sempat anjlok 30 persen pada hari Senin. Pelaku pasar mengharapkan para produsen minyak shale di Amerika Serikat akan memperlambat laju produksi mereka. Saat berita ditulis (11/Maret), WTI telah beranjak dari kisaran USD30 ke USD35 per barel. Brent juga mendaki dari kisaran USD31 ke USD38 per barel.

WTI Daily

Arab Saudi dan Rusia memicu perang harga pada minggu lalu, mengakibatkan WTI dan Brent jatuh ke rekor terendah tiga tahun. Merespons situasi tersebut, beberapa perusahaan migas AS seperti Occidental Petroleum, Diamondback Energy, dan Parsley Energy menyatakan akan memangkas aktivitas pengeboran.

Data penurunan aktivitas pengeboran baru akan diketahui dalam rilis data Baker Hughes beberapa waktu ke depan. Namun, pelaku pasar telah mulai memperhitungkannya dalam pricing untuk komoditi emas hitam.

"Ekspektasi bawha para produsen minyak shale AS akan perlu memangkas output, telah membantu memperbaiki sentimen pasar," kata Satoru Yoshida, analis komoditas dari Rakuten Securities, kepada Reuters, "Apabila harga minyak yang lesu ini memaksa produsen minyak shale AS untuk memangkas produksi per Juni, maka ada peluang OPEC+ akan kembali ke kesepakatan untuk mengurangi output."

Sejumlah analis lain memperkirakan situasi masih bisa memburuk lagi jika Arab Saudi dan Rusia terus menerus bersaing menggenjot output dan memangkas harga secara masif. Pada hari Selasa, Menteri Perminyakan Rusia Alexander Novak mengatakan bahwa ia bersedia untuk mendiskusikan upaya stabilisasi pasar lagi dalam rapat OPEC+ berikutnya antara Mei-Juni. Akan tetapi, Menteri Energi Saudi justru menyatakan ia tak melihat perlunya rapat jika tak ada kesepakatan dalam menyikapi dampak wabah virus Corona terhadap permintaan dan harga minyak.

292286
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.