Seputarforex - Pasar forex bergolak pada sesi Eropa hari Selasa (5/Juli), setelah Rusia menyetop pasokan gas yang didistribusikan melalui jalur pipa Yamal-Eropa. Euro kolaps lebih dari 1.5 persen ke rekor terendah dua dekade pada kisaran 1.0250-an terhadap dolar AS, disusul oleh mata uang-mata uang high risk lainnya. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) melambung lebih dari satu persen dan mencetak rekor tertinggi historis baru pada kisaran 106.50-an.
Grafik DXY Daily via TradingView
Reuters melaporkan bahwa arus LNG yang masuk tercatat nol pada titik meteran Mallnow di perbatasan Jerman. Padahal, meteran itu sebelumnya menunjukkan arus 2,190,136 kWh/jam.
Pemutusan suplai itu terjadi hanya berselang sehari setelah mogok kerja menyetop aktivitas di ladang gas Norwegia. Akibatnya, harga gas alam di Eropa melonjak makin tajam dan terancam mendorong kawasan ini masuk ke dalam jurang resesi.
Tak pelak, trader langsung melancarkan aksi jual atas euro. EUR/USD dan EUR/JPY amblas sekitar 1.5 persen, sementara EUR/GBP sempat terperosok sekitar 0.5 persen.
Euro juga terbebani oleh kurangnya kekompakan para pejabat bank sentral Eropa (ECB) terkait kenaikan suku bunga. Pimpinan Bundesbank, Joachim Nagel, kemarin menyampaikan kritik keras atas rencana ECB untuk membuat instrumen pembelian obligasi baru guna meredam dampak kenaikan suku bunga terhadap negara-negara "tukang utang". Instrumen baru itu dikhawatirkan dapat menumpulkan efektivitas kenaikan suku bunga ECB dalam meredam laju inflasi.
"Akan tetap sangat sulit bagi euro untuk reli secara signifikan dengan gambaran (pasar komoditas) energi yang memburuk dan peningkatan pesat (dalam) risiko pertumbuhan ekonomi," kata Derek Halpenny, kepala riset pasar global MUFG.
Negara-negara Eropa Timur ikut terimbas oleh pemutusan pasokan Rusia, karena mereka juga bergantung pada suplai energi dari negeri Beruang Merah. Mata uang-mata uang dari kawasan ini ikut anjlok sekitar 2 persen terhadap dolar AS, termasuk forint Hungaria, zloty Polandia, dan leu Romania.
"Kekhawatiran terhadap resesi lagi-lagi makin menguat," kata Stuart Cole, kepala ekonom makro di Equiti Capital.
Momok resesi turut merontokkan pound sterling. Saat berita ditulis, GBP/USD anjlok nyaris 1.3 persen pada kisaran 1.1930-an. Namun, kontribusi pasokan gas Rusia sebenarnya kurang dari 5% konsumsi gas Inggris (per tahun 2021) sehingga tidak terlalu memengaruhi ketahanan energi setempat.