EUR/USD 1.079   |   USD/JPY 152.200   |   GBP/USD 1.261   |   AUD/USD 0.664   |   Gold 2,302.32/oz   |   Silver 26.56/oz   |   Wall Street 38,535.44   |   Nasdaq 15,840.96   |   IDX 7,134.72   |   Bitcoin 59,123.43   |   Ethereum 2,988.17   |   Litecoin 80.12   |   Penutupan mingguan GBP/USD di atas 1.2550 dapat menarik pembeli, 5 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Pound Sterling bergerak lebih tinggi dengan perhatian tertuju pada NFP AS, 5 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Dolar AS melanjutkan pelemahan karena pasar menunggu data pekerjaan utama, 5 jam lalu, #Forex Fundamental   |   USD/CHF kehilangan daya tarik di bawah level 0.9100, menantikan data NFP, 5 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Dow Jones Industrial Average ditutup naik 0.85% ke 38,225, S&P 500 juga menguat 0.91% ke 5,064, dan Nasdaq menanjak 1.51% ke 15,840, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT United Tractors Tbk. (UNTR) menjadwalkan cum dividen pada hari ini, Jumat (3/Mei), 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   BEI menyetop perdagangan saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) mulai hari ini, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Shutterstock, Inc (NYSE: NYSE:SSTK) telah merilis laporan keuangan Q1/2024, melampaui ekspektasi pendapatan dan EBITDA dengan angka $214 juta dan $56 juta, 13 jam lalu, #Saham AS

Analisa Rupiah 31 Agustus - 4 September 2015

Penulis

Berdasarkan pemantauan grafik USD/IDR di Yahoo Finance, kurs Rupiah sempat menguat ke 13,792 pada hari Jumat, namun ditutup pada 14,110 di akhir perdagangan. Mata uang berlambang Garuda ini masih undervalued pada kisaran terlemah dalam 17 tahun terakhir.

Rekap Kurs Rupiah Minggu Lalu

Sesuai proyeksi sebelumnya, Kurs Rupiah terhadap Dolar AS sepanjang pekan lalu masih beredar di dekat level 14,000an. Berdasarkan pemantauan grafik USD/IDR di Yahoo Finance, kurs Rupiah sempat menguat ke 13,792 pada hari Jumat, namun ditutup pada 14,110 di akhir perdagangan. Mata uang berlambang Garuda ini masih undervalued pada kisaran terlemah dalam 17 tahun terakhir.

Pekan lalu, gonjang-ganjing pasar modal global, perlambatan ekonomi China, dan berbagai spekulasi seputar kenaikan suku bunga the Fed AS masih menjadi pusat perhatian Dunia dan berimbas pada aset-aset finansial yang berhubungan dengan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sementara itu dari dalam negeri, pemerintah meluncurkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi fluktuasi di bursa saham dan menahan depresiasi Rupiah lebih lanjut.

Kurs Rupiah - ilustrasi

Ekspektasi pelaku pasar Dunia akan kenaikan suku bunga the Fed agak surut minggu lalu setelah sejumlah pejabat otoritas moneter AS menyatakan keraguannya terkait pelaksanaan kebijakan tersebut di tengah gejolak. Akibatnya, Dolar agak melemah dan harga-harga komoditas pulih. Di sisi lain, kepanikan investor pasar global yang dipicu oleh devaluasi Yuan perlahan mereda, sehingga indeks saham Asia mulai merangkak naik kembali dan mencegah kemerosotan saham dan nilai tukar mata uang Indonesia lebih lanjut.

Kondisi tersebut disusul oleh sejumlah pengumuman yang dinilai positif oleh investor. Pada hari Kamis, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengumumkan kelonggaran pajak bagi perusahaan-perusahaan yang menginvestasikan minimal 1 triliun Rupiah pada sektor-sektor tertentu. Selain itu, Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pasca mini reshuffle, mengatakan bahwa sejumlah paket stimulus besar akan segera diluncurkan dalam waktu dekat. Menyusul pengumuman-pengumuman tersebut, investor kembali mendapat sinyal bahwa pemerintah akan bertindak mengatasi pelemahan pertumbuhan ekonomi, sehingga bursa dan kurs Rupiah menguat.

Masih pada pekan yang sama, IDX memperketat batas kemerosotan saham yang diperbolehkan, dari 20-35% dalam sehari menjadi 10% saja. Juga diumumkan sebuah peraturan baru yang mengizinkan BUMN untuk buyback saham tanpa persetujuan pemegang saham lebih dulu. Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan bahwa BUMN bisa menggunakan hingga 10 triliun Rupiah untuk program buyback tersebut. Peraturan-peraturan tersebut ditujukan untuk mengerem fluktuasi di pasar modal yang dalam pekan sebelumnya telah memaksa IHSG anjlok hingga menembus 4,500.

 

Fundamental Minggu Ini

Pagi ini (31/8), kurs Rupiah dibuka melemah pada 14,035 per Dolar AS meski kekuatan Dolar di pasar Dunia mengendur. Sejumlah rilis data dari negeri Paman Sam diperkirakan bisa kembali mengguncang pasar, mengingat kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi masih tersisa.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik akan merilis data inflasi bulan Agustus pada hari Selasa dan Bank Indonesia akan mempublikasikan hasil survey konsumen pada keesokan harinya. Mayoritas analis memperkirakan inflasi akan menanjak ke 7.43 persen (yoy) akibat meningkatnya harga barang-barang impor setelah Rupiah terdepresiasi terhadap Dolar AS dan pemerintah menaikkan bea impor bagi sejumlah kelompok barang konsumsi. Namun demikian, Bank Indonesia memperkirakan inflasi akan mengendur ke 7.08 persen (yoy) pada bulan tersebut. Sebelumnya, data bulan Juli 2015 menunjukkan laju inflasi pada 7.26 persen, sama dengan bulan Juni.

Sementara itu, rilis bulanan data ketenagakerjaan Amerika Serikat akan kembali menjadi sorotan, bersama dengan setengah lusin data penting lainnya dari wilayah tersebut. Keraguan pasar akan kenaikan suku bunga the Fed sudah agak terobati setelah wakil presiden The Fed, Stanley Fischer, mengatakan masih ada kemungkinan the Fed bakal mengambil sikap pada rapat tanggal 16-17 September, namun keputusan final akan tergantung data. Karenanya, laporan-laporan ekonomi yang dirilis pekan ini akan menjaga volatilitas tetap tinggi.

 

Prediksi Kurs Rupiah Minggu Ini

Kurs Rupiah diproyeksikan masih akan diperjualbelikan di kisaran sekitar 14,000an. Secara teknikal, persimpangan antara SMA-60 dan SMA-100 ke arah atas mengindikasikan kemungkinan tersebut. Namun, kondisi bisa jadi berubah dalam beberapa hari mendatang, terutama apabila rilis berita dari Amerika Serikat ternyata mengecewakan. Sebaliknya, bila data ternyata bagus dan mendukung kenaikan Fed rate, maka kurs Rupiah berpotensi anjlok lagi. Dengan asumsi volatilitas tidak berubah, pergerakan Rupiah hingga Jumat bisa jadi akan terkonsolidasi diantara level high dan low minggu lalu, yaitu antara 13,792-14,265 per Dolar AS.

 

USDIDR

Chart USD/IDR yang menunjukkan pergerakan dalam lima hari terakhir dengan SMA-20, SMA-60, SMA-100, dan MACD
(Klik gambar untuk memperbesar)


Perlambatan ekonomi di China yang merupakan partner dagang utama Indonesia belum mendapatkan "obat" yang tepat, sementara kelemahan-kelemahan di dalam negeri juga belum mencapai solusi. Dari lima faktor utama dibalik melemahnya Rupiah kini (perlambatan ekonomi China, penurunan harga-harga komoditas penting dunia, tidak-pastinya kenaikan suku bunga The Fed, melemahnya aktivitas produksi dan permintaan domestik, dan rendahnya pengeluaran pemerintah), belum satu pun menunjukkan perbaikan secara nyata. Dari segi fundamental, sedikit faktor yang bisa menarik Rupiah menguat. Namun demikian, status kurs Rupiah yang saat ini undervalued memungkinkannya untuk kembali mendekati level terkuat pekan lalu pada 13,792 per Dolar AS.

Arsip Analisa By : A Muttaqiena
244651
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.

Perlu tukar mata uang ?

Konversi valas ke rupiah atau sebaliknya ?
bisa lebih mudah dengan kalkulator kurs. Temukan disini.


Mustafa
dolar naik ,trus sumut dan aceh bergejolak merdekan diri,