Seputarforex - Dolar AS semakin melemah di sesi perdagangan Rabu (22/Juli) malam ini. Permasalahan stimulus tambahan AS yang belum sejelas stimulus Uni Eropa, membuat USD kalah pamor dibanding EUR. Saat berita ini ditulis, Indeks Dolar AS (DXY) turun 0.17 persen ke 94.99, melanjutkan penurunan 0.69 persen kemarin.
Dalam pertemuan yang digelar kemarin malam, Partai Republik dan Demokrat masih bersilang pendapat mengenai besaran anggaran tambahan dana untuk penanggulangan pandemi. Selain itu, dua partai dominan di AS tersebut belum menemukan titik temu soal perpanjangan tunjangan pengangguran bagi korban PHK karena pandemi, serta permasalahan dana tambahan bagi sektor pendidikan.
Ketua House of Representatives AS, Nancy Pelosi, mengatakan bahwa paket stimulus $1 triliun yang ditawarkan oleh Republikan tidak akan cukup untuk menalangi kebutuhan AS. Dua bulan lalu, House of Representatives yang didominasi oleh Partai Demokrat sudah mengajukan proposal dana sebesar $3 triliun. Sayangnya, usulan tersebut diabaikan oleh Senat, badan yang didominasi oleh oposisi Demokrat.
Terlepas dari permasalahan politik, indikator ekonomi AS yang dirilis malam ini pun tak terlalu menggembirakan. Meskipun meningkat dibandingkan bulan Mei, Existing Home Sales di bulan Juni hanya bertambah 4.72 juta unit, lebih sedikit dibandingkan ekspektasi 4.77 juta unit.
Dolar AS Tak Berdaya Melawan Euro
EUR/USD menguat 0.39 persen ke 1.15761, mendekati level tinggi selama setahun. Kemarin, para petinggi Uni Eropa telah mengumumkan kesepakatan soal dana bantuan pandemi sebesar 750 miliar Euro, dengan 390 miliar di antaranya akan diberikan sebagai hibah kepada negara-negara anggota dengan ekonomi lemah.
Menurut Shane Oliver, analis AMP Capital, pelemahan Dolar AS hari ini diakibatkan oleh bangkitnya sentimen Risk Appetite. Dolar AS yang sedang berfungsi sebagai safe haven, kalah pamor dibandingkan dengan Euro. Dari segi stimulus pun, Amerika Serikat belum menemukan kesepakatan seperti Uni Eropa.
"Ironisnya, pelemahan Dolar semakin dibebani pula oleh (keruwetan) pemerintah AS soal stimulus. (Penyelesaian perkara itu) belum sesukses yang dilakukan oleh Uni Eropa," kata Oliver.